CAIRAN
ELEKTROLIT DAN ASAM BASA
(FUNDAMENTAL
KEPERAWATAN)
Pembimbing
: Ns. Ferawati, S. Kep
Anggota
kelompok:
Kelas
A / Semester 1
1. Ahmad Nawawi ( 01314006
)
2. Faishal Dany .S. (
01314021 )
3. Hartining ( 01314028 )
4. Ulfa Hardianti (
01314060 )
5. Widya Saraswati .N. (
01314062 )
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA HUSADA
BOJONEGORO
TAHUN PELAJARAN
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia sebagai organisme
multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan
sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan
cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang
60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut
zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang
dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan
baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan
fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis
ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara
subtansi-subtansi yang ada di milieu
interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu
memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan
osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan
ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut
berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran
ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan
mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer)
kimi dalam cairan tubuh.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana mekanisme kerja cairan dan
elektrolit dalam tubuh?
2. Apa fungsi cairan dalam tubuh?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh?
4. Kelaianan apa saja yang disebabkan
dari cairan dan elektrolit?
5. Bagaimana mekanisme asam dan basa?
6. Bagaimana pengaturan perubahan konsentrasi ion hidrogen?
7. Bagaimana sistem
penyangga ion hidrogen dalam cairan tubuh?
8. Bagaimana keadaan
seimbang dari asam basa dalam cairan tubuh?
9. Bagaimana
keadaan-keadaan akibat ketidakseimbangan asam basa dalam cairan tubuh?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umun
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan
bagaimana tanda, gejala kecukupan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam
dan basa.
1.3.2
Tujuan Khusus
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
a.
Mengetahui mekanisme kerja cairan dan elektrolit dalam tubuh .
b.
Mengetahui fungsi dari cairan dalam tubuh .
c.
Mengetahui proses keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
d.
Mengetahui masalah-masalah yang di timbulkan dari ke abnormalan
cairan dan elektrolit dalam tubuh.
e.
Mengetahui mengenai mekanisme asam dan basa.
f.
Mengetahui pengaturan perubahan konsentrasi ion hidrogen.
g.
Mengetahui sistem
penyangga ion hidrogen dalam cairan tubuh.
h.
Mengetahui keadaan
seimbang asam basa dalam cairan tubuh.
i.
Mengetahui keadaan-keadaan
akibat ketidakseimbangan asam basa dalam cairan tubuh.
1.4 Metode
Penulisan
Metode penulisan ini
menggunakan metode kajian pustaka
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Mekanisme Kerja Cairan dan
Elektrolit dalam Tubuh
Cairan
dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah
larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan
dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan
dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan
intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan
cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari
tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan
cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem
vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel,
sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
2.1.1 Volume Cairan Tubuh
Total
jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira-kira 60 % dari berat
badan pria dan 50 % dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada
kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan,
dimana lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan
lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh terhadap TBW dimana makin tua
usia makin sedikit kandungan airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir TBW-nya
70-80 % dari BB, usia 1 tahun 60 % dari BB, usia pubertas sampai dengan 39
tahun untuk pria 60 % dari BB dan untuk wanita 52 % dari BB, usia 40-60 tahun
untuk pria 55 % dari BB dan wanita 47 % dari BB, sedangkan pada usia diatas 60
tahun untuk pria 52 % dari BB dan wanita 46 % dari BB. Dan berikut tabel sumber
air tubuh:
Sumber
|
Jumlah
|
Air minum
|
1.500 – 2.000 ml/hari
|
Air dalam makanan
|
700 ml/hari
|
Air dari hasil metabolisme tubuh
|
200 ml/hari
|
Jumlah
|
2.400 – 2.900 ml/hari
|
Air memiliki molekul yang kecil,
sangat mudah berdifusi dan bersifat polar (senyawa elektron) sehingga berkohesi
satu dengan yang lainnya membentuk benda cair. Fungsi air adalah pelarut yang
sangat baik karena molekulnya dapat bergabung dengan protein, hidrat arang,
gula, dan zat yang terlarang lainnya. Dalam homeostatis jumlah air tubuh selalu
diupayakan konstan karena air tubuh yang keluar akan sama dengan jumlah air
yang masuk.
2.1.2 Distribusi Cairan
Cairan tubuh didistribusikan di
antara dua kompartemen yaitu pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan
intraseluler kira-kira 2/3 atau 40 % dari BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20
% dari BB, cairan ini terdiri atas plasma (cairan intravaskuler) 5 %, cairan
interstisial (cairan di sekitar tubuh seperti limfe) 10-15 % dan transeluler
(misalnya, cairan serebrospinalis, sinovia, cairan dalam peritonium, cairan
dalam rongga mata, dll ) 1-3 %.
2.1.3
Pergerakan Cairan Tubuh.
Mekanisme
pergerakan cairan tubuh melalui tiga proses, yaitu :
1.
Difusi merupakan proses dimana partikel yang terdapat dalam
cairan bergerak
dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit
didifusikan sampai menenambus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh
ukuran molekul, konsenrasi larutan, dan temperatur.
2. Osmosis merupakan bergeraknya
pelarut bersih seperti air, melalui membran semipermeabel dari larutan yang
berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya
menarik.
3. Transpor aktif, proses transpor
aktif memerlukan energi metabolisme. Proses tranpor aktif penting untuk
mempertahankan keseimbangan natrium dan kalsium antara cairan intraseluler dan
ekstraseluler. Dalam kondisi normal, konsentrasi natrium lebih tinggi pada
cairan intraseluler dan kadar kalium
lebih tinggi pada cairan ekstraseluler.
Perpindahan
cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :
1.
Fase I : Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem
sirkulasi, dan nutrisi
dan oksigen
diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
2.
Fase II : Cairan
interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel.
3.
Fase III : Cairan dan
substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke
dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan
membran
semipermiabel
mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut
berpindah.
2.1.4 Pengaturan Cairan
Sejumlah mekanisme homeostatis bekerja
tidak hanya untuk mempertahankan konsentrasi
elektrolit dan osmotik dari cairan tubuh, tetapi juga untuk volume cairan tubuh total. Keseimbangan cairan tubuh
dan elektrolit normal adalah akibat dari
keseimbangan dinamis antara makanan dan minuman yang masuk dengan keseimbangan yang melibatkan
sejumlah besar sistem organ. Sistem organ yang banyak
berperan adalah ginjal, sistem kardiovaskuler, kelenjar hipofisis, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, dan paru.
Ginjal merupakan pengendali utama terhadap kadar
elektrolit dan cairan. Jumlah cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit sangat ditentukan oleh apa yang di
simpan ginjal. Ginjal sendiri diatur oleh sejumlah hormon dalam menjalankan fungsinya. Berikut adalah hormon-hormon
yang ada dalam ginjal:
1.
Rasa dahaga
Mekanisme
rasa dahaga: Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada
akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang hipotalamus
untuk melepaskan substrat neural yang bertangguang jawab terhadap sensasi haus.
Osmoreseptor di hipotalamus, mendeteksi peningkatan tekanan osmotik dan
mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensai rasa dahaga.
2.
Anti Diuretik Hormon (ADH)
ADH di
bentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari hipofisis
posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolaritas dan
penurunan cairan ekstrasel. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus
koligentes, dengan demikian dapat menghemat air.
3.
Aldosteron
Hormon
ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk
meningkatkan absopsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan
konsentrasi kalium, natrium serum dan sistem angiotensin renin serta sangat
efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.
2.1.5 Cara Pengeluaran Cairan
Pengeluaran
cairan terjadi melalui organ-organ seperti :
1. Ginjal
Merupakan
pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah untuk disaring
setiap hari. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam. Pada orang dewasa
produksi urine sekitar 1,5 lt/hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal
dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
2. Kulit
Hilangnya
cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang aktivitas
kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas
otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan demam. Disebut juga Insesible
Water Loss (IWL) sekitar 15-20 ml/24 jam.
3. Paru-paru
Menghasilkan
IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang hilang sebagai respons
terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
4. Gastrointestinal
Dalam
kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari sekitar
100-200 ml. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kgBB/24 jam,
dengan kenaikan 10 % dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius.
2.1.6 Pengaturan Elektrolit
1. Natrium (Na+)
Merupakan
kation paling banyak dalam cairan ekstrasel. Na+ mempengaruhi
keseimbanagan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot. ion natrium di dapat dari saluran pencernaan,
makanan atau minuman masuk ke dalam cairan ekstrasel melalui proses difusi. Pengeluaran ion
natrium melalui ginjal, pernapasan, saluran pencernaan, dan kulit. Pengaturan
konsentrasi ion di lakukan oleh ginjal.
Normalnya sekitar 135-148 mEq/lt.
2. Kalium (K+)
Merupakan
kation utama cairan intrasel. Berfungsi sebagai excitability neuromuskuler
dan kontraksi otot. Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesa protein,
pengaturan keseimbanagan asam basa, karena ion K+ dapat diubah
menjadi ion hidrogen (H+). Kalium dapat diperoleh melalui makanan
seperti daging, buah-buahan dan sayur-sayuran. Kalium dapat dikeluarkan melalui
ginjal, keringat dan saluran pencernaan. Pengaturan konsentrasi kalium
dipengaruhi oleh perubahan ion kalium dalam cairan ekstrasel. Nilai normalnya
sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
3. Calsium (Ca2+)
Kalsium
merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh, berguna untuk integritas kulit
dan struktur sel, konduksi jantung, pembekuan darah, serta pembentukan tulang
dan gigi. Kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan
tiroid. Hormon paratiroid mengabsorpsi
kalisum melalui gastrointestinal, sekresi melalui ginjal. Hormon thirocalcitonin
menghambat penyerapan Ca+
tulang. Kalsuim diperoleh dari absorpsi usus dan resorpsi tulang dan di
keluaran melalui ginjal, sedikit melalui keringaserta di simpan dalam tulang.
Jumlah normal kalsium 8,5 – 10,5 mg/dl.
4. Magnesium (Mg2+)
Merupakan
kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Sangat penting untuk aktivitas
enzim, neurochemia, dan muscular excibility. Sumber
magnesium didapat dari makanan seperti sayuran hijau, daging dan ikan.
Nilai normalnya sekita 1,5-2,5 mEq/lt.
5. Klorida (Cl-)
Terdapat
pada cairan ekstrasel dan intrasel, berperan dalam pengaturan osmolaritas serum
dan volume darah, regulasi asam basa, berperan dalam bufer pertukaran oksigen,
dan karbon dioksida dalam sel darah merah. Klorida disekresi dan di absorpsi
bersama natrium di ginjal dan pengaturan klorida oleh hormin aldosteron.
Normalnya sekitar 95-105 mEq/lt.
6. Bikarbonat (HCO3-)
HCO3
adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan ekstrasel dan
intrasel dengan fungsi utama adalah regulasi keseimbangan asam basa. Biknat
diatur oleh ginjal.
7. Fosfat
Merupakan
anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi untuk meningkatkan
kegiatan neuromuskular, metabolisme karbohidrat, pengaturan asam basa.
Pengaturan oleh hormon paratiroid.
2.1.7 Nilai-Nilai Normal
Jenis cairan dan elektrolit
|
Nilai normal dalam tubuh
|
-
Potasium [K+]
-
Sodium [Na+]
-
Kalsium [Ca2+]
-
Magnesium [Mg2+]
-
Fosfat [PO42-]
-
Klorida [Cl-]
-
Bikarbonat [HCO3]
|
3.5 – 5
mEq/L
135 – 145
mEq/L
8.5 – 10.5
mg/dl (4.5 – 5.8 mEq/L)
1.5 – 2.5
mEq/L
2.7 – 4.5
mg/dl
98 – 106
mEq/L
24 – 28
mEq/L
|
2.2 Fungsi Cairan
Fungsi cairan
dalam tubuh adalah:
2.
Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh
3.
Transport nutrien ke sel
4.
Transport hasil sisa metabolisme
5.
Transport hormon
6.
Pelumas antar organ
7.
Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem
kardiovaskuler.
2.3
Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit Dalam Tubuh
Keseimbangan
cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan pengeluaran
cairan. Pemasukan cairan berasal
dari minuman dan makanan.
Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500 ml/hari. Sekitar 1.200 ml
berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200 –
1.500 ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml dan kulit 600-800 ml.
Prinsip dasar keseimbangan cairan:
1.
Air bergerak melintasi membran sel karena osmolaritas cairan
interseluler dan ekstraseluler
tetapi hampir sama satu sama lain kecuali beberapa menit setelah perubahan salah satu kompartemen.
2.
Membran sel hampir sangat impermeabel terhadap banyak zat
terlarut karena jumlah osmol
dalam cairan ekstraseluler atau
intraseluler tetapi konstan, kecuali jika zat terlarut ditambahkan atau dikurangi dari kompartemen
ekstraseluler. Dengan kondisi ini
kita dapat menganalisis efek berbagai kondisi cairan abnormal terhadap volume dan osmolaritas cairan ekstraseluler
dan osmolaritas cairan intraseluler.
2.3.1
Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit
Dalam
Tubuh.
1. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan
usia. Dalam hal ini, usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan
tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa pertumbuhan
memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan orang
dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang
juga lebih besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi
dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju
metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan
ginjal orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran cairan
yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada individu lansia, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh
masalah jantung atau gangguan ginjal
2. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh
terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan
proses metabolisme dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan
demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan
juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible
water loss) juga mengalami peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar
keringat.
3. Iklim
Normalnya, individu yang tinggal di
lingkungan yang iklimnya tidak terlalu panas
tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan
pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat disadari
(insensible water loss, IWL). Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi,
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang
tinggal di lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah deangan kelembapan
yang rendah akan lebih sering mengalami
kehilangan cairandan elektrolit.
Demikian pula pada orang yang bekerja berat di
lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan sebanyak
lima litet sehaei melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di
lingkungan panas akan kehilangan cairan
sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas, sedangkan orang yang
tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan cairan hingga dua
liter per jam.
4. Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap
asupan cairan dan elektrolit. Jika asupan makanan tidak seimbang, tubuh
berusaha memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah simpanan lemak dan glikogen.
Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin.
5. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan
cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan
metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot.
Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping itu, stress juga
menyebabkan peningkatan produksi hormone anti deuritik yang dapat mengurangi
produksi urine.
6. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan
kehilangan cairan dan elektrolit dasar sel
atau jaringan yang rusak (mis.Luka robek, atau luka bakar). Pasien yang
menderita diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan
cairan akibat kehilangan cairan melalui saluran gastro intestinal. Gangguan jantung
dan ginjal juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat
aliran darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompa jantung menurun, tubuh
akan melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan
dan kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi inidapat
menyebabkan edema paru. Normalnya, urine akan dikeluarkan dalam jumlah yang
cukup untuk menyeimbangkan cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam
tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih
banyak dan menahan ADH sehingga produksi urine akan meningkat. Sebaliknya,
dalam keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan produksi urine dengan
berbagi cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan
pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk
melakukan regulasi akan menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis.,
gagal ginjal) individu dapat mengalami oliguria (produksi urine kurang
dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria
(produksi urine kurang dari 200 ml/ 24
jam).
7. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek
sekunder terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan
cairan lambung dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium.
8. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik
maupun laksatif secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi
defist cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretic menyebabkan kehilangan
natrium sehingga kadar kalium akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat
pula menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.
9. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko
tinggi mengalami ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan
banyak darah selama perode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru
mengalami kelebihan beban cairan akibat
asupan cairan berlebih melalui intravena
selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat
anastesia.
2.4 Gangguan Keseimbangan Cairan Dan
Elektrolit Tubuh
1.
Ketidakseimbangan cairan
Ketidakseimbangan
cairan meliputi dua kelompok dasar, yaitu gangguan keseimbangan isotonis dan
osmolar.Ketidakseimbangan isotonis terjadi ketika sejumlah cairan dan
elektrolit hilang bersamaan dalam proporsi yang seimbang. Sedangkan
ketidakseimbangan osmolar terjadi ketika kehilangan cairan tidak diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit dalam
proporsi yang seimbang sehingga menyebabkan perubahan pada konsentrasi dan
osmolalitas serum. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat kategori
ketidakseimbangan cairan, yaitu :
a.
Kehilangan cairan dan elektrolit
isotonik
b.
Kehilangan cairan (hanya air yang
berkurang)
c.
Penigkatan cairan dan elektrolit
isotonis, dan
d.
Penigkatan osmolal (hanya air yang
meningkat)
2.
Defisit Volume Cairan
Defisit
volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan
cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang
proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia.Umumnya,
gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti
dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga
menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler.Untuk untuk mengkompensasi kondisi
ini, tubuh melakukan pemindahan cairan
intraseluler. Secara umum, defisit
volumecairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal
melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke
lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat).
Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler
menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau
rongga sendi. Selain itu,
kondisitertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran
pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
3.
Defisit Cairan
Faktor Resiko
1. Kehilangan cairan berlebih (muntah,
diare,dan pengisapan lambung)
tanda klinis : kehilangan berat badan.
2. Ketidakcukupan asupan cairan
(anoreksia, mual muntah, tidak ada cairan dan depresi konfusi) tanda klinis :
penurunan tekanan darah.
4.
Dehidrasi
Dehidrasi
disebut juga ketidakseimbangan hiiper osmolar, terjadi akibat kehilangan cairan
yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama
natrium. Kehilangan cairan menyebabkan peningkatan kadarnatrium, peningkatan
osmolalitas, serta dehidrasi intraseluler. Air berpindah dari sel
dan kompartemen interstitial menuju ruang vascular. Kondisi ini menybabkan
gangguan fungsi sel da kolaps sirkulasi. Orang yang beresiko mengalami
dehidrasi salah satunya adalah individu lansia. Mereka mengalami penurunan
respons haus atau pemekatan urine. Di samping itu lansia memiliki proporsi lemak yang lebih besar sehingga
beresiko tunggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang sedikit dalam
tubuh. Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan hormon diuretik sering
mengalami kehilangan cairan tupe hiperosmolar. Pemberian cairan hipertonik
juga meningkatkan jumlah solute dalam aliran darah.
5.
Kelebihan Volume Cairan
(Hipervolemia)
Kelebihan
volume cairan terjadi apabila
tubuh menyimpan cairan
dan elektrolit dalam kompartemen
ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi cairan
isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh
hampir selalu disebabkan
oleh penungkatan jumlah
natrium dalam serum. Kelebihan
cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme
homeostatispada proses regulasi keseimbangan cairan. Penyebab spesifik kelebihan cairan, antara
lain :
a.
Asupan natrium yang berlebihan.
b.
Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak,
terutama pada klien dengan gangguan mekanisme regulasi cairan.
c.
Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan
jantung (gagal ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing.
d.
Kelebihan steroid.
Kelebihan Volume Cairan
Factor resiko :
ü Kelebihan cairan yang mengandung natrium dari terapi
intravena.
Tanda
klinis : penambahan berat badan
ü Asupan cairan yang mengandung natrium dari diet atau
obat-obatan.
Tanda
klinis : edema perifer dan nadi kuat
6.
Edema
Pada
kasus kelebihan cairan, jumlah cairan dan natrium yang berlebihan dalam
kompartemen ekstraselulermeningkatkan
tekanan osmotik. Akibatnya, cairan keluar dari sel sehingga menimbulkan
penumpukan cairan dalam ruang interstitial (Edema). Edema yang sering terlihat disekitar mata, kaki dan tangan.
Edema dapat bersifat local atau menyeluruh, tergantung pada kelebihan cairan
yang terjadi. Edema dapat terjadi ketika adapeningkatan produksi cairan interstisial/gangguan
perpindahan cairan interstisial. Hal ini dapat terjadi ketika:
a.
Permeabilitas kapiler meningkat (mis. karena luka bakar,
alergi yang menyebabkan perpindahan cairan dari kapiler menuju ruang
interstisial).
b.
Peningkatan hidrostatik kapiler meningkat (mis., hipervolemia, obstruksisirkulasi vena) yang menyebabkan cairann dalam
pembuluh darahterdorong ke ruang interstisial.
c.
Perpindahan cairan dari ruangan interstisial terhambat
(mis., pada blokade limfatik).
Edema pitting adalah edema yang meninggalkan sedikit depresi
atau cekungan setelah dilakukan penekanan
pada area yang bengkak. Cekungan terjadi akibat pergerakan cairan dari daerah
yang ditekan menuju jaringan sekitar (menjauhi lokasi tekanan). Umumnya, edema
jenis ini adalah edema yang disebabkan oleh gangguan natrium. Adapun edema yang
disebabkan oleh retensi cairan hanya menimbulkan edema non pitting.
2.5 Mekanisme Asam dan Basa
Semua
sel hidup pada tubuh manusia dikelilingi oleh lingkungan cair yang disebut
cairan ekstraselular (CES). Komposisi kimiawi dari CES diatur di dalam
batas-batas sempit yang memberikan lingkungan optimal untuk mempertahankan
fungsi sel normal. Konsentrasi ion yang paling tepat keteraturannya
dalam cairan ekstrasel adalah ion hidrogen. Penyimpangan dari konsentrasi ion
hidrogen dapat mengganggu reaksi normal metabolisme selular dengan mengubah
keefektifan enzim, hormon, dan pengatur kimiawi fungsi sel lain.
Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar hidrogen
(H+) pada cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam
metabolisme yang normal. Asam adalah suatu subtansi yang mengandung satu atau
lebih ion H+ yang dapat dilepaskan dalam larutan (donor proton).
Salah satu dari asam kuat adalah asam hidroklorida (HCL), hampir terurai
sempurna dalam larutan, sehingga melepaskan lebih banyak ion H+.
Asam lemah, seperti asam karbonat (H2CO3), hanya terurai
sebagian dalam larutan sehingga lebih sedikit ion H+ yang
dilepaskan.
pH adalah pencerminan rasio antara asam terhadap basa dalam
cairan ekstrasel. pH dalam serum dapat diukur dengan pH meter, atau
dihitung dengan mengukur konsentrasi bikarbonat dan karbondioksida serum dan
menempatkan nilai-nilainya ke dalam persamaan Henderson Hasselbach.
pH = pK + log H-
/CO2
Proses metabolisme
dalam tubuh menyebabkan terjadinya pembentukan dua jenis asam , yaitu mudah
menguap (volatil) dan tidak mudah menguap (non volatil). Asam volatil dapat
berubah menjadi bentuk cair maupun gas.
Basa adalah subtansi yang dapat menangkap atau bersenyawa
dengan ion hidrogen sebuah larutan (akseptor proton). Basa kuat, seperti
natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat
dengan asam. Basa lemah seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya
sebagian yang terurai dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam.
Pengaturan ion hidrogen yang tepat bersifat penting karena
hampir semua aktifitas sistem enzim dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi
ion hidrogen. Oleh karena itu perubahan konsentrasi hidrogen sesungguhnya
merubah fungsi seluruh sel dan tubuh. Konsentrasi ion hidrogen dalam cairan
tubuh normalnya dipertahankan pada tingkat yang rendah,dibandingkan dengan
ion-ion yang lain,konsentrasi ion hidrogen darah secara normal dipertahankan dalam
batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter. Karena konsentrasi
ion hidrogen normalnya adalah rendah dan karena jumlahnya yang kecil ini tidak
praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebut dalam skala logaritma dengan
menggunakan satuan pH.
pH = log 1/H+
pH = -log H+
Normal H+ adalah
0,00000004 Eq/liter. Oleh karena itu pH normal adalah:
pH = -log (0,00000004)
pH = 7,4
Dari rumus diatas,
bahwa pH berhubungan terbalik dengan konsentrasi ion hidrogen. Oleh karena itu
pH yang rendah berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang tinggi dan pH
yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang rendah
Seseorang dikatakan asidosis saat pH turun dari nilai normal dan dikatakan alkolosis saat pH diatas nilai normal. Batas rendah nilai pH dimana seseorang dapat hidup beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0.
Seseorang dikatakan asidosis saat pH turun dari nilai normal dan dikatakan alkolosis saat pH diatas nilai normal. Batas rendah nilai pH dimana seseorang dapat hidup beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0.
2.6 Pengaturan Perubahan Konsentrasi Ion
Hidrogen
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam
cairan tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis:
1. Sistem penyangga
asam basa kimiawi cairan tubuh
2. Pusat pernafasan
3. Ginjal
Saat terjadi perubahan
dalam konsentrasi ion hidrogen , sistem penyangga cairan tubuh bekerja dalam
waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem penyangga tidak
mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam tubuh tetapi
hanya menjaga agar mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai kembali.
Kemudian sistem pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit
untuk mengeliminasi CO2 dan oleh karena itu H2CO3
dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi ion hidrogen dai perubahan
yang terlalu banyak sampai pengaturan yang ketiga bereaksi lebih lambat. Ginjal
dapat mengeliminasi kelebihan asam dan basa dari tubuh. Walaupun ginjal relatif
lambat memberi respon, dibandingkan sistem penyangga dan pernafasan, ginjal merupakan
sistem pengaturan asam-basa yang paling kuat selama beberapa jam sampai
beberapa hari.
2.7 Sistem Penyangga Ion Hidrogen dalam
Cairan Tubuh
Penyangga
adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen, yang
segera bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion
hidrogen yang berlebihan. Sistem ini bekerja sangat cepet dan menghasilkan efek
dalam hitungan detik.
Ada 4 sistem penyangga
dalam cairan tubuh:
1. Sistem penyangga bikarbonat-asam karbonat
Sistem penyangga utama dalam tubuh
adalah sistem penyangga bikarbonat-asam karbonat. Sistem ini bekerja dalam
darah untuk menyangga pH plasma. Apabila ion-ion hidrogen bebas ditambahkan ke
dalam darah yang mengandung bikarbonat maka ion-ion bikrbonat akan mengikat ion
hidrogen dan berubah menjadi asam karbonat H2CO3. Hal ini
menyebabkan ion hidrogen bebas sedikit dalam larutan sehingga penurunan pH
darah dapat dicegah.
2. Sistem penyangga fosfat
Asam fosforik H2PO42-
adalah suatu asam lemah ,asam ini terurai dalam plasma menjadi fosfat HPO42-
dan ion hydrogen. Fosfat adalah suatu asam lemah sistem penyangga ini digunakan
oleh ginjal untuk menyangga urin sewaktu ginjal mengeksresikan ion hidrogen.
3. Sistem
protein
Sistem penyangga terkuat dalam
tubuh. Karena mengandung gugus karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus
amino yang berfungsi sebagai basa.
4. Sistem
penyangga hemoglobin
Hemoglobin mengikat ion–ion hidrogen
bebas sewaktu beredar melewati sel –sel yang bermetabolisme secara aktif..
Dengan mengikuti ion hydrogen bebas maka peningkatan konsentrasi ion hidrogen
bebas dalam darah dapat diperkecil dan pH darah vena hanya turun sedikit
apabila dibandingkan dengan darah arteri. Sewaktu darah mengalir melalui paru,
ion ion hidrogen terlepas dari hemoglobin dan berikatan dengan bikarbonat untuk
menjadi asam karbonat yang terurai menjadI CO2 dan air. CO2
dikeluarkan melalui ekspirasi sehingga ion-ion hidrogen yang dihasilkan oleh
proses metabolisme dapat dieliminasi.
2.8 Keseimbangan Asam dan Basa dalam
Cairan Tubuh
Keseimbangan
asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam
cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >
7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik
dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh
dari 3 sumber, yaitu:
1. Pembentukan
asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
2. Katabolisme
zat organik
3. Disosiasi
asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
2.9 Akibat Ketidak Seimbangan Asam dan
Basa dalam Cairan Tubuh
Ada 4 kategori ketidak
seimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis
respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Pembentukan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan
meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis
respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan
akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3
menurun sehingga pembentukan ion H menurun.
3. Asidosis
metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru. Diare
akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia
akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar
ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis
metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defisiensi asam
non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi
karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis.
Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir
bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting.
Berikut adalah tabel mengenai gangguan asam-basa:
No.
|
Ganguan
Asam Basa
|
HCO3 Plasma
|
pH Plasma
|
pCO2 Plasma
|
1.
|
Asidosis
Respiratorik
|
Meningkat
|
Menurun
|
Meningkat
|
2.
|
Asidosis
Metabolik
|
Menurun
|
Menurun
|
Menurun
|
3.
|
Alkalosis
Respiratorik
|
Menurun
|
Meningkat
|
Menurun
|
4.
|
Alkalosis
Metabolik
|
Meningkat
|
Meningkat
|
Meningkat
|
2.10 Asuhan Keperawatan dalam Kasus
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
1. Pengkajian keperawatan
a. Riwayat keperawatan
Pengkajian dalam kasus kebutuhan cairan dan elektrolit
meliputi jumlah asupan cairan yang dapat di ukur melalui jumlah pemasukan
secara oral, parenteral, atau enteral. Sedangkan untuk jumlah pengeluaran
cairan dapat di ukur melalui jumlah produksi urine, feses, muntah, atau
pengeluaran lainnya. Status kehilangan atau kelebihan cairan dan perubahan
berat badan yang dapat menentukan tingkat dehidrasi.
b. Faktor yang berhubungan
Faktor yang berhubungan meliputi faktor-faktor yang
memengaruhi masalah kebutuhan cairan, seperti sakit, diet, lingkungan, usia
perkembangan, dan penggunaan obat.
c. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik meliputi sistem yang berhubungan dengan
masalah cairan dan elektrolit, seperti sistem integumen (status turgor kulit
dan edema), sistem kardiovaskular (adanya distensi vena jugularis, tekanan
darah, dan bunyi jantung), sistem neurologi (gangguan sensorik/motorik, status
kesadaran, dan adanya refleks), dan gastrointestinal (keadaan mukosa mulut,
lidah, dan bising usus)
d. Pemeriksaan laboratorium atau
diagnostik lainnya
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya dapat berupa
pemeriksaan kadar elektrolit (natrium, kalium, klorida, berat jenis urine,
analisis gas darah, dan lain-lain).
2. Diagnosis keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan:
v Penurunan mekanisme regulator akibat
kelainan ginjal.
v Penurunan curah jantung akibat
penyakit jantung.
v Gangguan aliran balik vena akibat
penyakit vaskular perifer atau trombus.
v Retensi natrium dan air akibat
terapi kortikosteroid.
v Tekanan osmotik koloid yang rendah.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan:
v Pengeluaran urine secara berlebihan
akibat penyakit diabetes mellitus atau lainnya.
v Peningkatan permeabilitas kapiler
dan hilangnya evaporasi pada pasien luka bakar atau meningkatnya kecepatan
metabolisme.
v Pengeluaran cairan secara
berlebihan.
v Asupan cairan yang tidak adekuat.
v Pendarahan.
3. Perencanaan keperawatan
Tujuan: Mempertahankan volume cairan
dalam keadaan seimbang
Rencana tindakan:
1. Monitor jumlah asupan dan
pengeluaran cairan serta perubahan status keseimbangan cairan.
2. Pertahankan keseimbangan cairan.
-
Bila kelebihan volume cairan, lakukan:
·
Pengurangan asupan garam.
·
Hilangkan faktor penyebab kelebihan volume cairan dengan
cara melihat kondisi penyakit pasien terlebih dahulu. Apabila akibat bendungan
aliran pembuluh darah, maka anjurkan pasien untuk istirahat dengan posisi
telentang, posisi kaki ditinggikan, atau tinggikan ekstremitas yang mengalami
edema di atas posisi jantung, kecuali ada kontra indikasi.
·
Kurangi konstriksi pembuluh darah seperti pada penggunaan
kaos kaki yang ketat.
-
Bila kekurangan volume cairan, lakukan:
·
Rehidrasi oral atau parenteral sesuai dengan kebutuhan.
·
Monitor kadar elektrolit darah seperti urea nitrogen darah,
urine, serum, osmolaritas, kreatinin, hematocrit, dan Hb.
·
Hilangkan faktor penyebab kekurangan volume cairan, seperti
muntah, dengan cara memberikan minum secara sedikit-sedikit tapi sering atau
dengan memberikan teh.
3. Lakukan mobilisasi melalui
pengaturan posisi.
4. Anjuran cara mempertahankan keseimbangan
cairan.
4. Tindakan keperawatan
a. Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan
melalui infus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan melalui intravena dengan bantuan infus set, bertujuan
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan
pemberian makan.
Alat dan bahan:
Standar infus, infus set, cairan
sesuai dengan kebutuhan pasien, jarum infus/abocath atau sejenisnya sesuai
dengan ukuran, pengalas, tourniquet/pembendung, kapas alkohol 70%, plester,
gunting, kasa steril, BetadineTM, dan sarung tangan.
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan.
3. Hubungan cairan dan infus set dengan
menusukkan ke dalam botol infus (cairan).
4. Isi cairan ke dalam infus set dengam
menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka
penutup hingga selang terisi dan udaranya keluar.
5. Letakkan pengalas.
6. Lakukan pembendungan dengan
tourniquet.
7. Gunakan sarung tangan.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9. Lakukan penusukan dengan arah jarum
ke atas.
10. Cek apakah sudah mengenai vena
(cirinya adalah darah keluar melalui jarum infus/abocath).
11. Tarik jarum infus dan hubungkan
dengan selang infus.
12. Buka tetesan.
13. Lakukan desinfeksi dengan BetadineTM
dan tutup dengan kasa steril.
14. Beri tanggal dan jam pelaksanaan
infus pada plester.
Cara menghitung tetesan infus:
·
Dewasa:
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang masuk
Lamanya
infus (jam) × 3
·
Anak:
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang masuk
Lamanya
infus (jam)
b. Tranfusi darah
Tranfusi darah
merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang membutuhkan
darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan alat
transfusi set. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan darah dan memperbaiki
perfusi jaringan.
Alat dan bahan:
Standar infus, transfusi set, NaCl
0,9%, darah sesuai dengan kebutuhan pasien, jarum infus/abocath atau sejenisnya
sesuai dengan ukuran, pengalas, tourniquet/pembendung, kapas alkohol 70%, plester,
gunting, kasa steril, BetadineTM, dan sarung tangan.
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan.
3. Hubungkan cairan NaCl 0,9% dan
transfusi set dengan cara menusukkan.
4. Isi cairan NaCl 0,9% ke dalam
transfusi set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi
sebagian dan buka penutup hingga sedang terisi dan udaranya keluar.
5. Letakkan pengalas.
6. Lakukan pembendungan dengan
tourniquet.
7. Gunakan sarung tangan.
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9. Lakukan penusukan dengan arah jarum
ke atas.
10. Cek apakah sudah mengenai vena
(cirinya adalah darah keluar melalui jarum infus/abocath).
11. Tarik jarum infus dan hubungkan
dengan selang transfusi.
12. Buka tetesan.
13. Lakukan desinfeksi dengan betadineTM
dan tutup dengan kasa steril.
14. Beri tanggal dan jam pelaksanaan
infus pada plester.
15. Setelah NaCl 0,9% masuk, kurang
lebih 15 menit, ganti dengan darah yang sudah disiapkan.
16. Sebelum dimasukkan, terlebih dahulu
cek warna darah, identitas pasien, jenis golongan darah, dan tanggal
kadaluwarsa.
17. Lakukan observasi tanda-tanda vital
selama pemakaian transfusi.
18. Cuci tangan.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi
terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara umum dapat dinilai
dari adanya kemampuan dalam memertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan ditunjukkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan dan
pengeluaran, nilai elektrolit dalam batas normal, berat badan sesuai dengan
tinggi badan atau tidak ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema,
dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian dalam BAB II diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah
zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut
ion jika berada dalam larutan. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Total jumlah volume
cairan tubuh (total body water-TBW) kira-kira 60 % dari berat badan pria dan 50
% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan lemak
badan dan usia.
2. Mekanisme
kerja cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui tiga proses yaitu difusi,
osmosis, dan transportasi. Cairan tubuh didistribusikan di antara dua
kompartemen yaitu pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler
kira-kira 2/3 atau 40 % dari BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20 % dari BB. Pengeluaran cairan terjadi melalui
organ tubuh yaitu ginjal, kulit, paru-paru, dan gastrointestinal.
3. Keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit normal adalah akibat dari keseimbangan dinamis
antara makanan dan minuman yang masuk dengan keseimbangan yang melibatkan
sejumlah besar sistem organ. Cairan tubuh dan elektrolit yang dikonsumsi lebih banyak
maka cairan yang dikeluarkan juga lebih banyak.
4. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan dan elektrolit dalam tubuh ada sembilan faktor yaitu usia, aktivitas,
iklim, diet, stress, penyakit, tindakan medis, pengobatan, dan pembedahan. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu kelebihan dan kekurangan cairan dan elektrolit.
5. Keseimbangan
asam basa adalah homeostasis dari kadar hidrogen (H+) pada cairan
tubuh. Asam adalah suatu subtansi yang mengandung satu atau lebih ion H+
yang dapat dilepaskan dalam larutan (donor proton). Basa adalah subtansi yang
dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion hidrogen sebuah larutan (akseptor
proton).
6. Sistem
penyangga asam basa kimiawi cairan tubuh, pusat pernafasan, dan ginjal
merupakan tiga sistem yang mengatur perubahan konsentrasi ion hidrogen. Terdapat
empat sistem penyangga dalam cairan tubuh yaitu, sistem penyangga
bikarbonat-asam karbonat, sistem penyangga fosfat, sistem protein, dan sistem
penyangga hemoglobin
7. pH
rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH
darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan
alkalosis. Peristiwa ketidak seimbangan asam basa dalam cairan tubuh
dipengaruhi oleh tiga faktor. Tiga faktor tersebut adalah HCO3
plasma, pH plasma, dan pCO2 plasma.
8. Asuhan
keperawatan dalam kasus kebutuhan cairan dan elektrolit meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Yang semuanya itu mengenai keseimbangan
cairan elektrolit pasien.
3.2 Saran
Cairan dan
elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Selain itu keseimbangan asam dan basa dalam tubuh juga haruslah diperhatikan
untuk menjaga kondisi agar tetap sehat. Untuk memperoleh keseimbangan antara
cairan yang dibutuhkan bagi tubuh sebaiknya seseorang tersebut haruslah menjaga
takaran asupan cairan yang sesuai dengan usia, berat badan dan aktivitas yang
dijalani. Keadaan seimbangan antara cairan dalam tubuh dapat dipeoleh dengan
melihat perbandingan antara pemasukan dengan pengeluaran cairan.
DAFTAR
PUSTAKA
A, Aziz Alimul H.2009:”Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2.”Jakarta:
Salemba Medika.
Potter, Perry.2009:”Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku.” Jakarta:
Salemba Medika.
Lorraine
M.Wilson. Patofisiologi Gangguan Asam Basa
dr.Jan
Tambayong. Patofsiologi untuk keperawatan
Elizabeth
J. Corwin Buku Saku Patofisiologi
Tamsuri,
Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit” . Jakarta: ECG
Syaifudin,
Drs. 2012. Anatomi Fisiologi Kurikulum
Berbasis Kompetensi Edisi 4.
Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar