SENYUM TERAKHIR
Indahnya malam menyelimuti relung hati,
ketukan gerimis hujan menemani hati yang bimbang tidak karuan merenungi
takdir ilahi. Ini awal dimana aku dan keluargaku memulai hidup baru, bisa
dikatakan memulai hidup yang mana dulu tinggal disangkar burung beo lari ke
sangkar kelelawar. Dulu aku dan keluargaku yang terdiri dari ayah, bunda, dan adik
laki-lakiku.Dan aku sendiri bernama siska azkia putri yang bisa dibilang agak
cantik. Kami hidup dengan bergelimang harta dan cukup dalam segala hal tanpa
kekurangan. Keluarga kami bisa dikatakan keluarga kaya raya. Ayahku dulu
menjabat sebagai direktur utama dan bundaku cukup sebagai ibu rumah tangga,
sedangkan adiku masih duduk dikelas satu SMA terfavorit. Dulu aku ingin mencoba
mendaftar di salah satu kampus terfavorit di luar negeri namun dengan keadaan
yang terbalik aku harus menunggu sampai keadaan mampu untuk melakukanya. Dulu
bulu emas sekarang bulu ayam atau istilah jawanya bisa dikatakan “dek biyen
sugeh saiki mlarat “. Kehidupan kami sekarang berubah setelah perusahaan tempat
ayah bekerja lebih memilih orang baru untuk dipekerjakan dan memecat ayahku
tanpa alasan yang pasti. Salah satu rekan kerja ayah mengatakan bahwa factor
dipecatnya ayah karena ada ancaman yang tersembunyi. Ayah tidak mengerti
ancaman apa yang terjadi namun ayah berkata bahwa itu semua sudah takdir yang
allah gariskan dalam keluarga kami. Kata-kata ayahku mnyejukkan relung hatiku
yang mana hati yang sudah tidak karuan seperti srigala bertemu mangsanya sebab
harus beradaptasi dengan gaya hidup yang berubah dan itu butuh waktu lama
bahkan sulit untukku. Namun berbeda dengan adiku farel dia bahkan lebih bisa
memahami keadaan keluarga kami yang sekarang. Entahlah mungkin perbedaan
karakter aja, adikku laki-laki yang cukup pintar dalam sekolahnya dan memiliki
hati nurani yang cukup luar biasa sopan santunya bisa dapat 100 bila dinilai
sedangkan aku perempuan yang sudah berumur 18 tahun masih belum bisa mengerti
apa mungkin karakterku yang cukup bawel tingkah laku yang mungkin membuat orang
lain kurang nyaman lebih tepatnya ceroboh. Kami harus pindah rumah karena ayah harus
membayar hutang yang cukup besar. Dengan
keadaan yang seperti ini aku bersama keluargaku meninggalkan rumah istana kami
di Jakarta dengan hati penuh keterpaksaan, rasanya sulit mengangkat dan
melangkahkan kaki kami untuk segera beranjak pergi menuju kampung halaman
tepatnya di kota tuban. Kota ini peninggalan kakek yang sudah diwariskan kepada
ayah dan bundaku.
Terbitnya matahari dari timur mengusik
burung-burung untuk beraktivitas dengan hirupan angin dan embun yang
menyelimuti jalan dimana saat itu kami berangkat dari kota Jakarta ke kota
tuban dengan naik kereta, pengenya naik pesawat namun saku kami tidak berani
keluar lebih tepatnya isi dompet kami tak cukup jika berangkat naik pesawat.
Ayah dan bunda duduk berdampingan didepanku dan adiku farel yang cukup lelah
sebab tadi malam tidak tidur karena beres-beres barang yang mau dibawa. Detik
demi detik menit demi menit bahkan jam demi jam aku mulai lelah dan akhirnya
aku memutuskan untuk beranjak ke kamar mandi, baru lima langkah kakiku beranjak
ada seorang perempuan yang kira-kira umurnya tak jauh beda denganku dia sangat
cantik memakai hijab, wajah yang begitu polos dan tampak geraknya yang lemah
lembut keluar dari sudut pintu kamar mandi. Dia memusatkan mataku untuk tidak
ada titik untuk berhenti memandangnya. Arahku dari barat dan dia dari timur
kami berpapasan dan dia tersenyum seakan menyapaku, aku berfikir ya allah
berbeda sekali denganku yang jutek wajah juga tidak terlalu jelek hidungpun
juga agak pesek namun seakan-akan aku yang terbaik. Aku melanjutakan langkahku
untuk menuju kamar mandi sambil masih terpesona dengan wajah cantik perempuan
tadi. Waktu perjalananpun telah berakhir hingga pukul 12 malam kami tiba di
kota tuban dimana kota yang akan menjadi pelindung hujan turun lebih tepatnya
rumah kami. Kami langsung istirahat dan tidur dengan lelap karena kelelahan
dalam perjalanan.
Terdengar ayam berkokok
membangunkanku untuk beranjak dari tempat tidur, aku meninggalkan tempat tidur
dan sarapanpun sudah disiapkan oleh bunda. Farel yang sudah memakai seragam
untuk berangkat ke sekolah barunya di kota tuban dan ayahpun sudah siap
mengantarkanya. Ku coba keluar dari rumah yang agak sempit namun cukup rapi dan
nyaman kulihat pemandangan yang cukup indah dan sejuk yang tadi malam tidak
terlihat karena tertutup oleh gelapnya malam, namun dipagi hari kota tuban yang
cukup asri dan indah untuk dipanadang. Setelah aku mandi dan memakai baju tidak
lupa sarapan aku meminta izin kepada bunda untuk jalan-jalan memakai sepeda
lama kakek dan bunda mengizinkan asal jangan jauh-jauh. Aku kayuh sepeda dengan perasaan senang hilang
semua perasaan gaya hidup yang aku berfikir sulit untuk menjalaninya, di tengah
perjalanan tak asing bagiku melihat perempuan cantik berhijab duduk disebuah
kursi dibawah pohon sambil membaca buku. Dan dia adalah perempuan yang
membuatku terpesona dengan kelembutanya di sebuah kereta waktu perjalanan
menuju ke kota tuban. Kucoba memberanikan diri menghampirinya karena hati ingin
mengenalnya. Setelah aku menyapa dengan kata “hy…..” dia menjawab
“wa’alaikumsalam”. Dalam hatiku berkata ya allah bodohnya aku orang islam tidak
mengucapkan salam, kulanjutkan berbicara denganya dengan waktu yang cukup lama,
setelah mendengar ceritanya cukup banyak dia bernama azizah aku tahu bahwa dia
adalah anak di kota tuban ini dan kuliah di sebuah kampus di bojonegoro
tepatnya di STIKES ICSADA. Aku tidak salah berfikir tentangnya orang yang
sangat cantik sholehah dan berperilaku lemah lembut. Waktupun sudah mulai siang
saatnya aku pulang takut membuat bunda cemas. Sampai di rumah aku mencoba
berfikir apakah aku bisa menjadi perempuan seperti azizah, dan aku membuat
kata-kata baru untuknya “muslimah sejati auranya dimana_mana bukan auratnya
yang kemana_mana”. H....mungkin butuh waktu untuk seperti dia aku harus menata
hati dan mentalku sebelum memutuskan untuk berjilbab.
Pada malam hari aku dipanggil ayah
dan bunda, ayah berkata kepadaku bahwa ayah memutuskan untuk menyuruh aku untuk
kuliah disalah satu kampus yang dekat dengan rumah kami, namun aku masih
bimbang dengan keputusan ayah karena dengan keadaan ekonomi yang mungkin tidak
cukup untuk menyekolahkan aku dan farel biayayanya itu tidak
cukup
murah dan pekerjaan ayah yang sekarang
adalah hanya sebagai pelayan hotel yang gajinya juga tidak cukup banyak. Ayah
memaksaku karena prinsip ayah bahwa anak-anaknya harus duduk di bangku sekolah
dan menjadi orang sukses. Akhirnya aku memutuskan untuk kuliah di bidang
kesehatan karena terinspirasi dari cerita azizah untuk menjadi seorang perawat,
dan pilihanku untuk kampusnya adalah di STIKES ICSADA bojonegoro karena
disamping ingin menjadi seorang perawat dan juga ingin mengenal lebih jauh
tentang azizah, azizah berkata bahwa STIKES ICSADA adalah kampus yang cukup
baik karena mengajarkan sikap dan perilaku kita yang mampu membuat kita menjdai
perawat yang mudah untuk berkomunikasi dengan sikap yang baik terhadap pasien.
Setelah ayah mengurus semuanya akhiranya aku diterima di STIKES ICSADA dan satu
kelas dengan azizah yang baru semester satu. Azizah menyapaku dan mengajakku
untuk bergabung duduk dengan dia dengan karakter dia yang tidak berubah dengan
sikap dan senyum yang membuat hati orang terpesona, bukan berarti aku suka sama
cewek namun hanya sekedar kagum dan menjadi motivasi bagiku untuk mencoba lebih
baik. Aku mencoba bertanya kepada salah satu teman satu kelasku tentang azizah
namanya elly dia menceritakan banyak tentang azizah dia adalah anak yang
pintar, baik, sholehah dan banyak laki-laki yang mencoba mendekatinya namun dia
hanya tersenyum membalasnya dan mencoba untuk jaga jarak karena dia fokus pada
kuliah untuk bercita-cita menjadi perwat yang bisa bekerja diluar negeri, namun
bukan berarti dia tidak mau berteman dengan teman cowok. Ada satu cowok yang
sangat mencintainya dan sebenarnya dia juga suka namun sampai sekarang
anak-anak tidak mengerti kenapa azizah tidak mau menerimanya. Pada waktu
istirahat aku dan azizah pergi ke kantin untuk makan siang, disela-sela kami
makan aku bertanya kepada azizah “azizah.. mungkin enggak sih aku bisa seperti
kamu yang pintar,sholehah baik banyak direbutin cowok-cowok pula” dengan
santainya azizah menjawab “siska syukuri apa yang telah allah berikan
kepadamu”. Aku terdiam sejenak dan bertanya lagi “syukur atas kelakuanku yang
seperti ini yang amburadul dan belum bisa memakai jilbab”. Diapun menjawab
“bukan maksudku seperti itu syukuri apa yang telah ada dalam hidupmu dan
rubahlah apa yang menjadi hal burukmu” aku masih berfikir dengan kata-kata
azizah yang cukup singkat namun memusingkan kepalaku hingga jam menunjukkan
tanda pelajaran akan dimulai. Saat kami mulai beranjak untuk menuju kelas
azizah merasakan sakit pada kepalanya dan aku merangkulnya hingga sampai ke
kelas, waktu ibu dosen menerangkan aku melihat azizah yang masih kesakitan dan
memegangi kepalanya namun dia berusaha memperhatikan apa yang disampaikan ibu
dosen tak lama waktupun telah usai hingga akhirnya pulang. Akupun merangkul
azizah dan memboncengkanya dan mengantarkan dia ke rumahnya, setelah sampai
disana aku bertemu dengan ibu azizah yang bernama ibu yuni dan membantuku untuk
mengantar azizah ke kamar. Sebelum pulang aku duduk sejenak dengan ibu azizah,
tak ku sangka ibu azizah menceritakan apa yang telah terjadi kepada azizah
ternyata azizah mengindap penyakit leukimia yang sudah lama dideritanya, aku
bertanya kepada ibu azizah “ kenapa tidak dilakukan operasi atau terapi yang
bisa menunjang kesembuhanya”. Ibu yuni
menjawab “ bahwa pernah dia mendapatkan biaya untuk kesembuhanya namun uang itu
disumbangkan ke panti asuhan”. Dalam hati ingin berteriak ya allah berikan
kesembuhan kepada azizah, orang yang begitu baik dan tidak peduli akan hidupnya
namun lebih peduli keadaan orang lain. Akhiranya aku berpamitan untuk pulang
kepada ibu yuni dan pesan salam kepada azizah.
Pukul 8 malam aku tidak bisa tidur memikirkan
azizah dan akhirnya aku meminta izin kepada bunda dan ayah untuk mengantarkanku
ke rumah azizah, banyak pertanyaan yang ayah dan bunda lontarkan kepadaku
“kenapa segitunya perasaanmu kata ayah” aku menceritakan semuanya kepada ayah
dan bunda dan akhirnya mereka mengerti dan langsung mengantarkanku ke rumah
azizah. Setelah sampai kerumah azizah, aku meminta izin kepada ibu yuni agar
aku bisa menemani azizah dan menginap satu malam dengan senang hati ibu yuni mengizinkanya. Aku dan azizah tidur
bersama dan aku lontarkan pertanyaanku tentang penyakit yang dideritanya dan
kenapa dia tidak mau untuk berobat kerumah sakit, dia menjawab “ siska hidupku
mungkin sudah tidak lama dan mungkin akan sia-sia jika uang itu aku gunakan untuk
berobat ataupun operasi lebih baik aku kasih yang lebih membutuhkan dan dengan
masa depan yang lebih meyakinkan”. Aku mulai sedikit emosi karena dalam hati
aku tidak mau kehilangan sahabat yang mungkin belum lama aku kenal namun sudah
bisa meyakinkan hatiku bahwa dia adalah orang yang terbaik yang aku kenal
setelah kedua orang tuaku dan yang dikirim allah untuk membimbing dan
menjadikanku lebih baik.
Hari demi hari aku lewati dengan
azizah tak terasa badan azizah semakin kurus dan wajah Nampak pucat. Ku tatap
azizah dengan senyumnya yang masih mempesona walau wajah yang Nampak pucat dan
tubuh yang lemas. Canda tawa aku lewati bersamanya aku hanya berfikir ya allah
memang benar apa kata ayah bahwa allah telah memberi garis takdir pada setiap
individu. Mungkin allah telah menggariskan penyakit leukimia berada dalam tubuh
azizah namun hatiku seakan-akan takkan pernah rela dan aku sempat berfikir andaikan
penyakit itu dipindahkan dalam tubuhku akupun rela ya allah. Ku mencoba berkali
kali berbicra dengan azizah dan membujuknya untuk mau berobat di rumah sakit
namun berkali-kali pula dia menolaknya. Aku bertanya kepada azizah tentang
laki-laki yang menyayanginya, azizah menceritakan alasanya bahwa dia juga
sangat menyayanginya namanya bagas dia laki-laki yang sholeh dan termasuk
kriteria azizah namun alasan azizah menolaknya karena penyakit azizah yang
mungkin tidak bertahan lama dan dia tidak mau bagas hanya tersakiti karena
mencintai perempuan yang mungkin tak bisa mencintai dengang waktu yang mungkin
lebih lama, terlalu sempurna dia untuknya, dia merelakan bagas untuk memilih
perempuan yang lebih baik dan bisa mencintai bagas lebih sempurna.
Aku sempat bertemu dengan bagas dan
berbicara dengannya tentang azizah. Bagas mengatakan bahwa tidak ada sekecil
lubang hatinya yang bisa mengisi cintanya kecuali azizah dan tidak ada kata
cinta terucap buat perempuan kecuali ibunya dan azizah. Aku menceritakan
tentang penyakit yang diderita azizah dan bahwa azizah juga sangat mencintainya
dan yang sebenarnya aku sudah berjanji pada azizah untuk tidak menceritakannya
kepada bagas, setelah bagas mengetahui semuanya bagas kaget karena selama ini
yang dia tahu bahwa azizah menolaknya karena dia tidak suka dengannya dan dia
bisa memakulumi namun setelah mendengar apa yang kuceritakan betapa kagetnya
bagas yang sangat mencintai azizah tidak mengetahui penyakit azizah. Bagas
tidak peduli dengan apa yang dialami azizah sekarang ini yang dia tahu bahwa
dia sangat mencintai azizah dan tidak mau kehilanganya, meskipun bagas sangat
tergila_gila dan terpesona dengan azizah dia mencintainya krena allah sebab dia
tahu azizah adalah gadis yang sholehah. Setelah kuceritakan semuanya kepada
bagas hatiku rasanya sedikit lega dan berkurang rasanya beban fikiran.
Pagi harinya aku dan azizah pergi ke
perpustakaan umum yang ada di bojonegoro kebetulan kuliah lagi libur dan tak
kita sangka ada segerombolan laki_laki yang mendekati kita dan menggoda kita,
ku lihat wajah azizah yang sangat lembut dan tak ada rasa cemas ataupun takut
sedangkan aku masih ada rasa tegang dan sedikit takut. Dengan senyum azizah
yang sangat manis dan mempesona entah kenapa segerombolan laki_laki tadi pergi
dengan sendirinya aku masih berfikir dan bertanya kepada azizah tentang kenapa
dia tidak ada rasa takut dengan segerombolan laki_laki tadi diapun menjawab
bahwa dia merasa nyaman dan ada ketenangan dengan dia memakai jilbab, lalu dia
melontar sebuah pertanyaan kepadaku hingga aku mati kutu “kamu gak ada
keinginian berhijab secepatnya sambil tersenyum” aku hanya bisa diam dan
tersenyum. Setelah kami tiba di perpustakaan disana ada bagas dan kulihat wajah
azizah yang sedikit salah tingkah namun tetap saja manis dan lemah lembut.
Bagas mendekati azizah dan meminta penjelasan tentang perasaanya karena dia
sudah mengetahui sebenarnya dariku, azizah mamandangku seakan bertanya kenapa
aku membertihau bagas padahal aku sudah berjanji. Ku tinggalkan mereka berdua
dan terjadi percakapan yang cukup lama aku seperti obat nyamuk yang hanya bisa
berpangku tangan sambil tidur. Tak lama kemudian aku dibangunkan azizah untuk
beranjak pulang dan mataku mencari sudut_sudut ruang namun bagas sudah pergi
aku tak tahu apa yang terjadi antara mereka berdua. Setelah sampai dirumah
azizah menceritakan tentang apa yang terjadi antara dia dan bagas bahwa dia
menyerah untuk tidak bisa melupakan bagas dan azizah meminta bagas untuk
sanggup menunggu dia jika memang dia mencintainya karena allah, azizah tidak
mau dengan adanya pacaran karena dia mau dengan pacaran itu adalah ta’aruf
bukan dengan pacaran dan bagas sanggup karena cintanya yang begitu dalam kepada
azizah. Aku sangat bahagia akhirnya dua hati yang saling mencintai telah
bersatu, aku merenung sejenak dan berdoa “ya allah mantapkanlah hati hamba
untuk segera memakai hijab” entah sadar atau tidak aku berdoa atau aku terbawa
cerita azizah yang begitu menyentuh dan menusuk jiwaku untuk berniat memakai
hijab yah.................semoga saja allah member hidayah kepadaku. Semakin
kuat persahabatanku dan azizah seakan-akan semua hari aku lewati bersamanya,
tak ada yang mampu berdiri untuk membelah persahabtanku denganya.
Jam terus berputar hingga pukul 4 aku
terbangun untuk sholat subuh setelah itu aku melihat tumpukan hijab dalam
lemari yang hanya sebagai isi lemariku saat ini. Ku mencoba mengambil satu
hijab dan ku pandangi, seakan_akan hatiku ingin meletakkan dikepalaku namun
kenapa ku masih ragu hingga pukul 7 hijab itu masih ada di tanganku dan
akhirnya ku mantapkan hati dan jiwaku ku angkat kedua tanganku dengan ku pegang
erat hijab itu dan ku letakkan dikepalaku. Terdengar suara bunda yang
memangilku terus menerus untuk berangkat kuliah ku buka pintu kamarku dan
kulangkahkan kakiku untuk keluar kamar, ditempat makan terlihat ayah, bunda dan
adikku farel memandangku dengan mata yang tidak berkedip seakan_akan melihat
penampakan. Subhanallah kakak cantik dan anggun sekali terucap kalimat dari
adikku farel. Ayah dan bundapun terpesona denganku dan melontarkan pertanyaan
bahwa apakah aku sudah siap dan mantap dengan memakai hijab bukanlah hanya
sekedar ingin terlihat anggun” akupun menjawab bahwa memang belum sepenuhnya
aku mengenal begitu dalam tentang agama namun akan ku coba dengan berjalan
mencari kebaikan dan memperbaiki akhlakku dengan selalu belajar. Ada rasa
ketenangan dari jati diriku benar apa kata azizah, hatiku bahagia melihat bunda
dan ayah yang wajanhya ikut senang dengan hijab yang telah menempel di
kepalaku. Setelah samai di kampus semua teman kelasku memandangku dengan penuh
pertanyaan yang ingin diucapkan dan azizah terlihat tersenyum manis dari sudut
kejauhan hatiku semakin bahagia ternyata aku tidak salah dengan memutuskan
untuk berhijab rasanya tenang hati dan jiwaku. Aku langsung menuju dimana
azizah duduk dan berkata kepadanya bahwa apa yang telah terjadi kepadanya itu
semua berkat dirinya, dia mengutarakan bahwa itu semua sudah digariskan allah
dan itu juga berkat kesungguhan hatimu dan kemantapan jiwamu untuk memakai
hijab. Tak lama kemudian azizah tergeletak lunglai setelah berbicara kepadaku
dan aku menjerit dan berteriak seperti kesurupan melihat sahabatku tergeletak
dan akhirnya dibawa kerumah sakit dan selama perjalanan ku rangkul dia dan
bercucuran air mataku seakan-akan aku tidak ikhlas dan ingin merubah takdir
bahwa jangan ambil nyawa azizah sekarang aku masih butuh dia untuk membimbingku
dan sebagai sahabt sejatiku. Sampai dirumah sakit dan dibelakang kami ada ibu
zizah dan kedua orang tuaku tak lama kemudian bagas menyusul. Waktupun terus
berputar dan akhirnya kami boleh masuk ruangan azizah diperiksa aku meminta
untuk masuk lebih dulu aku hanya bisa menangis pilu melihat rebahan tubuh
azizah, aziah terbangun dan aku langsung mendekatinya dia berkata “siska aku
seneng banget bisa mengenalmu kamu itu sahabat yang mungkin bisa member
semangat dalam kehidupanku dulu sebelum aku mengealmu dan belum bertemu dnganmu
rasnya hidup tiada artinya lagi mungkin terlihat aku adalah gadis yang sholehah
baik dan kuat namun itu semua hanyalah pandangan saja, tapi kamu siska kamu
adlah seseorang yang luar biasa”. Aku hanya diam dan tak kuat rasanya dengan
nafas yang tersendal_sendal datanglah ibu azizah dan bagas, ku lihat wajah
bagas yang terlihat sudah tak seperti wajah aslinya muka yang sudah terbasahi
oleh air mata.
Sudah 5 hari aziah dirawat di rumah
sakit dan pada saat hari itu hari minggu hari libur kuliah aku menemaninya
hingga pukul 1 malam aku tertidur disana dan ku dengar azizah membangunkanku
dengan suaranya yang halus untuk sholat
tahajud dan aku diminta untuk menjadi imam. Waktu sudah pukul 6 pagi dan aku
harus pulang untuk berangkat kuliah pada saat itu azizah berpesan kepadaku bahwa
bersungguh-sungguhlah engkau nanti menjadi seorang perawat berkatalah yang
jujur, dan bijaksana terus ingat aku jika engkau ingin peertama saat kita
bertemu bahwa ada sentuhan hati jika memamg engkau sungguh-sungguh untuk
menggapainya”.aku berfikir kata-kata azizah seperti akan meninggalkanya namun
aku hanya berfikir bahwa itu adlah karakter dari azizah yang memang dia selalu
mengingatkanku. Saat aku membuka pintu untuk keluar meninggalkan azizah, azizah
memanggilku dengan suara lembutnya dan aku berbalik memandangnya dan dia
tersenyum dengan manis dan lembut dan aku membalas senyumnya.
Saat pukul 2 siang waktu pulang
kuliah telah tiba ku beranjak keluar kampus dan langsung ingin kerumah sakit
untuk menemani azizah di tengah perjalan ku lihat ada penjual bunga mawar
kesukaan azizah dan ku membeli satu tangkai untuk ku bawa kerumah sakit dan
kuberikan kepada azizah. Setelah tiba dirumah sakit ku parkir motorku dengan
gembira karena ku bawa setangkai mawar untuk azizah. Kakiku melangkah dengan
pasti dan kulihat dari kejahuan terlihat ibu yuni menangis tersedu-sedu dan ku
berlari tak ingin ku berfikir terjadi apa-apa dengan azizah namun apa yang
terjadi ku masuk ruang azizah diperiksa namun apa yang terjadi tubuh azizah
sudah tertutup dengan kain dan bunga mawarku jatuh ke lantai seakan aku
kehilangan separuh nyawaku. Aku baru berfikir bahwa kata-kata dia kemarin
adalah sebagai pesan untukku sebelum dia meninggalkanku dan bunga ini sebagai
tanda bahwa azizah akan meninggalkanku ku teringat senyumnya yang manis saat
aku meninggalkanya itu takkan kulupkakan selama hidupku, engkau sebagai
malaikat dalam hidupku yang bisa membuka mata hatiku untuk memdekatkan diri
kepada yang maha esa. Selamat jalan azizah senyummu kan ku taruh dalam jiwaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar